Betapa Mengerikannya Redenominasi

Jakarta - Proses penyederhanaan nilai mata uang rupiah alias redenominasi telah Baca Lagi ...

Memaknai Hari Raya Galungan

Kata "Galungan" berasal dari bahasa Jawa Kuna yang artinya menang atau bertarung Baca Lagi ...

Selamat Jalan Sad Guruku

New Delhi - Tokoh spiritual dari India, Sri Sathya Sai Baba (86) yang dipuja-puja Baca Lagi ...

Malu Itu Berkecamuk didada Orang Bali

Entah apa yang berkecamuk dihati dan perasaan warga dua banjar di Ubud Baca Lagi ...

Mau Naikin BBM?. Maluuu Sama Hugo...

Jakarta - Masyarakat Indonesia patut kah iri dengan orang-orang Venezuela? Baca Lagi ...

Sedih, Pilu, Parau, Mirris, Malu Itu Berkecamuk didada Orang Bali, Mungkin?

Jumat, 15 April 2011, 08.09 WITA

Entah apa yang berkecamuk dihati dan perasaan warga dua banjar di Ubud Gianyar, Banjar Ambengan (Desa Pakraman Sayan) dan Banjar Semana (Desa Pakraman Demayu), tanah Setra yang merupakan tempat terakhir bersemayamnya jasad manusia di perebutkan. Jika mungkin ada dua pilihan: Bumi akan Runtuh besok pagi atau Memperebutkan tanah kuburan / setra, tentu sebagai umat hindu di Bali akan memilih Bumi runtuh Besok pagi, Knapa?. Jelas di dalam ajaran agama telah disebutkan Tatwam Asi, aku adalah kamu, kamu adalah aku. Menyakiti orang lain sama saja menyakiti diri sendiri, memalukan orang lain sama saja dengan memalukan diri sendiri. Berarti terkandung makna bahwa kita hidup saling tolong menolong, tengang rasa, hormat menghormati, senasib sepenanggungan, jika kita makan orang lain juga harus makan, jika kita harus mati, mati juga harus bersama (mati dalam perjuangan bukan bunuh diri, red).

Maka jelas jika terjadi pilihan yang paling buruk dengan memperebutkan tanah setra tentu kita akan memilih pilihan paling buruk bukan?.

Seperti yang telah diketahui bahwa: Terjadi Konflik rebutan setra antara dua banjar bertetangga di Kecamatan Ubud, Gianyar, yakni Banjar Ambengan (Desa Pakraman Sayan) vs Banjar Semana (Desa Pakraman Demayu) yang meletupkan bentrokan fisik, Rabu (13/4) petang pukul 18.00 Wita. Kerusuhan meledak saat massa Banjar Semana hadang prosesi penguburan jenazah warga Banjar Ambengan, Ni Wayan Samprig, 60 tahun. Akibat bentrokan itu, seorang polisi terluka.

Ini untuk kesekian kalinya terjadi ledakan yang dipicu kasus rebutan setra antara dua banjar bertetangga, Banjar Ambengan vs Banjar Semana, dalam 3 tahun terakhir. Dalam sejumlah kasus, kerusuhan terjadi saat penguburan jenazah warga. Salah satunya, bentrokan pada 2 Agustus 2008 malam, saat prosesi penguburan I Ketut Regug, 60 Tahun (krama Banjar Ambengan) gagal dilaksanakan gara-gara jalan menuju setra diblokade massa dari Banjar Semana.

Keesokan harinya, jalan menuju setra sengketa kembali diblokade dengan pohon-pohon yang ditebang massa Banjar Semana. Namun, jenazah Ketut Regug akirnya bisa dikubur dengan pengawalan Brimob, setelah sempat lumpuh total sekitar 5 jam. Muncul kemudian usulan untuk membagi setra.

Bukankah sebagai Umat Hindu Bali kita merasa Sedih, Pilu, Parau, Mirris, Malu menyaksikan kejadian itu, apappun latar belakang permasalahaannya, apakah harga diri, ataukah masalah lain yang melandasinya, tentu sama sekali tidak bisa dibenarkan jika harus memperebutkan tanah setra, kita adalah semua makhluk beradad yang menyungsung Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa, Tidak semestinya melakukan perbuatan yang sangat menampar wajah Bali, bukan?. Didalam umat hindu fungsi setra hanya tempat membumikan jasad, namun setelah diaben dan dilakukan upacara nyekah, roh umat yang meninggal akan menjadi dewata yang bersemayam, di bale bali, sanggah kemulan, paibon, kawitan, padharman sebelum akhirnya bisa melakukan reinkarnasi (lahir kembali), sampai bisa mencapai Moksatham Jagadhita Ya Caiti Dharma yaitu menyatunya roh dengan Hyang Maha Tunggal, Shanghyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa. Itu sebabnya kita Umat Hindu khususnya di Bali tidak akan pernah kekurangan lahan hanya karena pekuburan. Jadi kalau begitu kenapa masih terjadi rebutan tanah setra, bukankah itu hanya sebagai tinggal sementara jasad umat?. Bukan tanah yang sudah dipakai pekuburan nantinya bisa dipakai lagi?.

Jauh dari lubuk hati saya yang paling dalam mohon sekiranya pihak yang bertikai memperebutkan tanah setra untuk pekuburan yaitu warga Banjar Ambengan dan Banjar Semana duduk bersama, dan putuskan yang terbaik, letakkan segala kepentingan sekala dan pandang jauh ke kehidupan Niskala. Karena adanya banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti salah satunya soroh Bun yang secara Niskala harus di Kuburkan ditempat itu. Jadi pembagian tanah setra mungkin bukan jalan terbaik, jadi gimana kalau setra yang sudah terbagi disatukan kembali, dipakai, digunakan, dijaga dan dirawat secara bersama-sama atas dasar kerukunan, saling menghormati dan membutuhkan, tidak ada curiga mencurigai, selalu berpikiran positif sehingga tidak akan terjadi lagi masalah perebutan tanah setra yang sangat mencoreng Umat Hindu dan Bali dikelak kemudian Hari. Tidakkah itu hal yang indah?

Salam Cinta Damai dan Salam Persahabatan untuk kita semua.


Oleh : I Wayan Arjawa, ST

Berita Terkait



Daftar Isi Editorial